gaulku gaulmu

Selasa, 05 Desember 2017

Refleksi Bidadari Surga



Banyak cara untuk membujuk dan merayu. Hampir semua orang pasti tergiur jika diiming-iming sesuatu yang sangat dia sukai. Sama halnya dengan kanjeng Nabi Muhammad SAW pada zaman itu. Salah satu mufassir menyatakan bahwa huurun ‘iin ditafsirkan bidadari (wanita) pada waktu masih di Mekah, karena pada waktu itu kaum Adam Mekah amat tertarik kepada wanita. Dengan cara demikian maka mulai banyak pengikut Islam dengan iming-iming wanita nan cantik. Namun setelah hijrah ke Madinah, pemaknaannya diganti tanpa kelamin (netral) karena warga Madinah mudah diajak masuk Islam. Quraish Shihab juga menafsirkan demikian.
            Dilain situasi, seorang Kiai menjelaskan yang dimaksud bidadari yang dijanjikan Allah di surga yakni istri kita sendiri sewaktu di dunia. Secara gampang, istri kita sebagai makanan pokok, dan bidadari sebagai snacknya. Jika kita sudah cukup dengan makanan pokok, maka snack tidak perlu dinikmati. Beda pula dengan penjelasan dalam al-Ibriz. Makna lafadz huurun ‘in diartikan dengan gamblang “tiang estri kang cemekel susune”.
            Setelah banyak referensi mengenai bidadari surga, lantas banyak yang bertanya “jika bidadari disediakan untuk pria, lantas apakah juga disediakan bidadara untuk wanita?”. Seseorang nyeletuk, “Di dunia milenial ini, hanya satu orang dibenak saya jika diharuskan adanya bidadara....Saipul Jamil”, jawabnya renyah.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar