Banyak cara untuk membujuk dan merayu. Hampir semua orang pasti tergiur
jika diiming-iming sesuatu yang sangat dia sukai. Sama halnya dengan
kanjeng Nabi Muhammad SAW pada zaman itu. Salah satu mufassir menyatakan bahwa huurun
‘iin ditafsirkan bidadari (wanita) pada waktu masih di Mekah, karena pada
waktu itu kaum Adam Mekah amat tertarik kepada wanita. Dengan cara demikian
maka mulai banyak pengikut Islam dengan iming-iming wanita nan cantik.
Namun setelah hijrah ke Madinah, pemaknaannya diganti tanpa kelamin (netral)
karena warga Madinah mudah diajak masuk Islam. Quraish Shihab juga menafsirkan
demikian.
Dilain situasi, seorang
Kiai menjelaskan yang dimaksud bidadari yang dijanjikan Allah di surga yakni
istri kita sendiri sewaktu di dunia. Secara gampang, istri kita sebagai
makanan pokok, dan bidadari sebagai snacknya. Jika kita sudah cukup dengan
makanan pokok, maka snack tidak perlu dinikmati. Beda pula dengan penjelasan
dalam al-Ibriz. Makna lafadz huurun ‘in diartikan dengan gamblang
“tiang estri kang cemekel susune”.
Setelah banyak referensi
mengenai bidadari surga, lantas banyak yang bertanya “jika bidadari disediakan
untuk pria, lantas apakah juga disediakan bidadara untuk wanita?”. Seseorang
nyeletuk, “Di dunia milenial ini, hanya satu orang dibenak saya jika diharuskan
adanya bidadara....Saipul Jamil”, jawabnya renyah.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar