gaulku gaulmu

Selasa, 05 Desember 2017

Pembagian Qira’at Berdasarkan Sanad



PENDAHULUAN
            Qira’at adalah salah satu cabang ilmu dalam ‘ulum al-Qur’an. Namun tidak banyak orang mempelajarinya kecuali orang-orang tertentu dan akademisi. Ilmu qira’at tidak terkenal seperti halnya ilmu fiqih yang menjelaskan langsung tentang kehidupan manusia. Misalnya tentang halal-haram dan baik buruk. Hal tersebut yang mengakibatkan ilmu qira’at tidak terlalu diminati masyarakat umum. Yakni tidak bersinggungan secara langsung dengan kehidupan sehari-hari.
            Selain karena sebab di atas, kurang minatnya masyarakat umum terhadap ilmu qira’at yakni dikarenakan ilmu qira’at merupakan ilmu yang sukar dan rumit dipahami. Banyak hal yang perlu dipelajari seseorang yang ingin belajar ilmu qira’at. Selain pemahaman yang mumpuni tentang al-Qur’an, hampir sebagian besar akademisi yang menggeluti ilmu qira’at adalah penghafal qur’an.
            Meskipun demikian, ilmu qira’at telah mempunyai jasa yang besar dalam penjagaan kemurnian mushaf al-Qur’an dan juga menjelaskan dengan baik cara membaca al-Qur’an. Para ahli qira’at telah mencurahkan segala kemampuannya demi mengembangkan ilmu qira’at. Dari ketelitian dan kehati-hatian para ahli qira’at telah menjadikan al-Qur’an terjaga dari adanya kemungkinan penyelewengan dan unsur-unsur lain yang dapat merusak kemurnian al-Qur’an.

PEMBAHASAN

Pembagian Qira’at
            Ada baiknya penulis sampaikan (lagi) beberapa tolak ukur dalam kaidah qira’at menurut para ahli qira’at:
a.       Shahih sanadnya
b.      Sesuai dengan salah satu mushaf rasm Utsmani
c.       Kesesuaian dengan kaidah bahasa Arab
Selanjutnya, para ahli qira’at membagi qira’at dalam beberapa aspek, salah satunya dari segi sanad. Terdapat beberapa klasifikasi pembagian qira’at. Salah satunya pembagian qira’at dari segi sanad. Pembagian qira’at dari segi sanad dibagi menjadi enam, yaitu: Mutawatirah, Masyhurah, Ahadiyah, Syadzah, Mudrajah dan Maudhu’ah.[1]

1.      Qira’at Mutawatirah
At-tawatur secara bahasa bermakna at-Tatabu’ yang berarti berurutan atau berlanjut. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Mu’minun: 44.
Artinya: “Kemudian Kami utus Rasul secara berturut-turut”, maksudnya yakni satu demi satu.
Sedangkan dalam istilah ulama-ulama ahli qira’at, qira’at mutawatirah adalah qira’at yang dinukil oleh banyak orang, dimana mereka mustahil untuk bersepakat dalam kebohongan dari awal sampai akhir. Kebanyakan qira’at qur’an dibaca dengan qira’at jenis ini. Qira’at mutawatir adalah qira’at yang disepakati.

2.       Qira’at Masyhurah
 الشهرةsecara bahasa bermakna Azh-Zhuhruh (yang nampak) dan Al-Whuduh (yang jelas) dan Al-Masyhurah maknanya adalah nampak jelas. Dasarnya adalah isim maf’ul musytaq dari syin, ha’ dan ro’.
Sebagaimana perkataan kita: Fulan adalah ornag yang terkenal di suatu tempat. Sedangkan dalam istilah ulama ahli qira’at, qira’at masyhurah adalah qira’at yang shahih sanadnya tetapi belum sampai pada derajat mutawatir, tidak menyalahi rasm Utsmani dan kaidah bahasa Arab. Terkenal juga dikalangan ulama ahli qira’at, dan tidak mengandung syadz.
Contohnya:
Contoh yang sama:
Dengan mem-fathahkan huruf ta’ pada lafadz kunta.
Dua bacaan qira’at itu oleh Abi Ja’far al-Madani, dan keduanya bisa digunakan semua dalam pembacaan al-Qur’an.

3.      Qira’at Ahadiyah
Ahad secara bahasa adalah: bentuk jamak dari kata ahad yang artinya satu. Sebagaimana fiman Allah SWT dalam Q.S. al-Ikhlas: 1.
Kata ahad disana bermakna satu (esa). Sedangkan dalam istilah ulama ahli qira’at, (qira’at ahad adalah) qira’at yang shahih sanadnya, namun ia menyelisihi rasm utsmani atau kaidah bahasa Arab, atau menyelisihi keduanya dan dia juga tidak terkenal.
Adapun beberapa contohnya antara lain:
a.       Contoh qira’at yang shahih sanadnya, tetapi menyelisihi rasm utsmani adalah qira’atnya al-Jadari dan Ibn Mahishan yaitu:

متكئين على رفا رف خضر وعبا قري حسان
b.      Contoh qira’at yang shahih sanadnya, tetapi menyelisihi kaidah bahasa Arab.

ولقد مكناكم في الارض وجعلنا لكم فيها معائش
dengan menyebutkan hamzah sebagai pengganti ya’ pada lafadz ma’aa yisy.
c.       Contoh yang shahih sanadnya, namun tidak terkenal.

لقد جاء كم رسول من انفسكم
dengan memfathahkan fa’ pada anfasikum dan mengkasrahkan sin-nya.
Dan bagaimana jika membacanya tidak sama dengan tiga contoh di atas? Kemungkinan karena telah disalin di akhir tampilan atau juga ijma’ sahabat dalam mushaf utsmani.
d.      Contoh yang shahih sanadnya dan sesuai kaidah bahasa arab tetapi tidak sesuai dengan rasm utsmani, yaitu:

            Sesungguhnya, qira’at Ahadiyah yaitu qira’at yang shahih sanadnya, sesuai kaidah bahasa arab dan sesuai rasm utsmani.

4.      Qira’at As-syadzah
Yaitu qira’at yang tidak shahih sanadnya.
Misalnya adalah: مَلَكَ يَوْمَ الدِّينِ  dengan kata kerja bentuk lampau malaka dan memfathahkan kata yaum (pada qira’at yang shahih seharusnya mengkasrahkannya).

5.      Qira’at Maudhu’
Yaitu qira’at palsu, atau tanpa asal usul.

6.      Qira’at Mudraj
Yaitu ucapan yang ditambahi dalam qira’at (yang shahih) sebagai bentuk penafsiran.
Seperti dalam qira’at Ibnu ‘Abbas r.a. :

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ في مواسم الحج . فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ
Dan lafadz في مواسم الحج adalah tafsir yang disisipkan dalam ayat.

            Jumhur ulama berpendapat bahwa selain qira’at yang mutawattir dan mayhur tidak boleh digunakan, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh al-Muhadzadza: “Tidak boleh membaca dengan qira’at syadz di dalam shalat maupun di luar shalat, karena dia bukan al-Qur’an. Al-Qur’an tidak ditetapkan kecuali dengan nukilan yang mutawattir, sedangkan qira’at syadz tidak mutawatir. Dan barang siapa ada yang berkata dengan selain ini, maka ia adalah orang yang bodoh/keliru. Dan para ulama Baghdad sudah sepakat bahwa barangsiapa yang membaca dengan qira’at syadz maka ia diminta bertaubat. Ibnu ‘Abdil Barr menukil ijma’ (kesepakatan) seluruh kaum muslimin tentang tidak diperbolehkannya membaca al-Qur’an dengan qira’at syadz dan juga tidak diperbolehkan sholat di belakang imam yang membaca menggunakan qira’at syadz.”[2]

KESIMPULAN
            Pembagian qira’at dari segi sanad dibagi menjadi enam, yaitu: Mutawatirah, Masyhurah, Ahadiyah, Syadzah, Mudrajah dan Maudhu’ah. Adapun yang dapat digunakan saat membaca al-Qur’an ataupun di dalam shalat yaitu qira’at mutawatirah dan masyhurah. Sedangkan qira’at yang lain tidak diperbolehkan karena tidak sesuai baik sanad, rasm maupun dalam kaidah bahasa Arab.                        


























DAFTAR PUSTAKA

Al-Qththan, Manna, Maktabah Ma’arif Linasyr wa Tauzi’(Diterj. Dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono), Riyadh.
Ibrahim al-Isma’il, Nabil Bin Muhammad, ‘Ilmu al-Qira’at.


[1] Nabil Bin Muhammad Ibrahim al-Isma’il, ‘Ilmu al-Qira’at.
[2] Manna al-Qththan, Maktabah Ma’arif Linasyr wa Tauzi’(Diterj. Dan diposting oleh Abu Yusuf Sujono), Riyadh, hlm. 176-180.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar