I. PENDAHULUAN
Perbedaan
justru seringkali mengundang permasalahan. Perbedaan yang seharusnya saling
berkolaborasi justru terpisah karena permasalahan. Seperti halnya masalah
gender. Soal laki-laki dan perempuan
memang sudah di takdirkan untuk berbeda.
Namun, banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut menjadi sebuah
masalah.
Permasalahan yang seringkali muncul pada saat pembahasan
gender adalah ketidakadilan. Jatah laki-laki pasti selalu lebih banyak dari
perempuan. Tidak dapat dipungkiri, perbedaan tersebut banyak mengundang
perasaan tidak suka bahkan kecewa kepada Sang Pencipta. Nyatanya , hal demikian
tidak hanya dirasakan para perempuan
jaman sekarang. Sejak masa Nabi Muhammad SAW, perasaan cemburu tersebut
sudah mulai bertunas. Fakta mengenai hal tersebut banyak ditemukan dalam
al-Qur’an. Pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba membahas materi
tentang gender dalam Q.S. An-Nisaa’ ayat 32.
II. PEMBAHASAN
ولاتتمنواما
فضل الله به بعضكم على بعض . للرجال نصيب مما اكتسبوا. وللنساء نصيب مما اكتسبن
وسئلوا الله من
فضله. ان الله كان بكل شىء عليما
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah
kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari
apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S. an-Nisaa’: 32)
Asbabun nuzul
dari ayat di atas adalah jawaban dari pertanyaan dan pernyataan Ummu Salamah
karena dia merasa Allah tidak adil dalam hal pembagian kodrat antara laki-laki
dan perempuan, pernyataan tersebut di dapatkan dari kitab tafsir yang masyhur
dikalangan pelajar, yakni kitab tafsir Ibn Katsir, al-Qur’an al-‘adziim[1].
Sebelum lebih
jauh membahas perihal gender, lebih baiknya kita faham terlebih dahulu dengan
makna “gender”. Gender adalah konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya. Mansour
Fakih berpendapat bahwa perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat sesungguhnya tidak menjadi persoalan sejauh perbedaan itu
tidak menyebabkan ketidakadilan.[2]
Gender dan kodrat adalah dua hal yang berbeda, jika
kodrat adalah mutlak datang dari Allah SWT dan tidak dapat disangkal. Sedangkan
gender dapat dirubah. Sebagai contoh, kodratnya perempuan adalah hamil,
melahirkan, menyusui dan lain-lain. Sedangkan gender adalah suatu hal yang
biasanya dilakukan perempuan namun tidak masalah jika dikerjakan oleh
laki-laki.
Banyak feminis yang mempermasalahkan gender dengan
alasan:
1.
Perempuan hanya sebagai pelengkap laki-laki.
2. Anggapan bahwa perempuan
diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
3.
Perempuan sebagai penyebab diturunkannya Adam dari surga.
Namun, banyak pula
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, antara lain:
1. Sama-sama sebagai
khalifah di bumi
2. Ketaqwaan
3. Sama-sama terlibat secara
aktif dalam drama kismis (adam dan hawa) (Q.S. Tahaa: 120-121)
4. Sama-sama menerima
perjanjian (Q.S. al-A’raf: 172)
5. Sama-sama berpotensi
meraih prestasi (Q.S. an-Nisaa: 32)
Pada jaman sekarang banyak sekali feminis penggerak
kesetaraan gender. Banyak yang menginginkan kesetaraan derajat laki-laki dan
perempuan. Padahal jika dilihat secara teliti, Allah SWT telah menempatkan
semua sesuai porsinya. Kodratnya laki-laki yaitu mencukupi kebutuhan perempuan
dengan memberinya nafkah baik dzahir dan batin. Namun pada prakteknya, justru
banyak laki-laki yang lepas tangan terhadap kebutuhan keluarga. Akhirnya, para
perempuanlah yang harus bekerja ekstra untuk mencukupi kebutuhannya.
Ejawentahnya, boleh saja setiap laki-laki dan perempuan
menyetarakan derajat mereka karena memang gender bisa dirubah. Namun tidak
dengan kodrat. Jika laki-laki memang mempunyai kodrat untuk mencukupi kebutuhan
perempuan, seharusnya tetap ada bentuk nyata usaha dari pihak laki-laki. Kodrat
tidak dapat dirubah.
Penjelasan
Mufrodh
ولاتتمنواما : Dan janganlah kamu iri
hati
فضل الله به : terhadap karunia yang
telah dilebihkan Allah
بعضكم على بعض : sebagian kamu atas
sebagian yang lain
للرجال نصيب : (karena) bagi laki-laki
ada bagian
مما اكتسبوا : dari yang diusahakan
وللنساء نصيب : (karena) bagi perempuan
ada bagian
مما اكتسبن : dari yang diusahakan
وسئلوا الله : Mohonlah kepada Allah
من فضله : sebagian dari karuniaNya
ان الله : Sungguh Allah
كان بكل : ada
شىء : segala sesuatu
عليما : Maha Mengetahui
Bagian Satu
بعض ولاتتمنواما فضل
الله به بعضكم على
a. Imam Ahmad meriwayatkan
dari Mujahid, dia berkata bahwa Ummu Salamah berkata “Ya Rasulullah, kaum
laki-laki dapat berperang sedangkan kami tidak, dan kami pun hanya mendapat
setengah bagian laki-laki dalam hal pusaka” , kemudian Allah menurunkan ayat di
atas, “Dan janganlah kamu menginginkan apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu yang tidak diberikan kepada sebagian yang lain”.
b. Hadits senada juga
diriwayatkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya, diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi
Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu Mardawih dan al-Hakim dalam mustadrak-nya dari
Mujahid, dia berkata bahwa Ummu Salamah berkata “Ya Rasulallah, kami tidak
dapat berperang sehingga kami pun tidak dapat mati syahid dan menghabiskan harta pusaka” kemudian Allah menurunkan ayat
lain yang berkaitan yaitu:
اني لا أضيع
عمل عامل منكم من ذكر أو أنثى
Ayat yang senada juga yaitu Q.S. Ali Imran: 195, “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramala di antara kamu, baik laki-laki
atau perempuan”.
Bagian Dua
للرجال نصيب
مما اكتسبوا. وللنساء نصيب مما اكتسبن
a.
Ibnu Jarir menjelaskan maksud dari ayat di atas adalah setiap individu
memiliki balasan yang sesuai dengan amal yang dikerjakannya. Jika amal itu
baik, maka dibalas dengan kebaikan, jika amalnya buruk maka dibalas dengan
keburukan.
b.
Ibnu Abbas berpendapat bahwa ayat di atas berkenaan dengan harta pusaka. Setiap
orang mendapat pusaka sesuai dengan bagiannya.
Bagian Tiga
وسئلوا الله من فضله
“Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya” yang dimaksud adalah bahwasannya hamba Allah yang paling disukai adalah
yang suka mengatasi kesulitan.
Dijelaskan pula dalam sebuah hadits yang artinya:
Diriwayatkan dari Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda: “Mintalah keutamaan
dari Allah, sesungguhnya Allah suka dimintai, sebaik-baik ibadah adalah
menunggu pertolongan (dari Allah)”
Bagian Empat
ان الله كان بكل شىء عليما
Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa Allah Maha Mengetahui siapa yang
berhak mendapat dunia maka Dia memberinya, siapa yang berhak kemiskinan maka
Dia memiskinkannya, siapa yang berhak mendapat akhirat maka Dia menakdirkannya
untuk melakukan amal-amal akhirat, dan barangsiapa berhak mendapat ketelantaraan maka Dia menelantarkannya dengan meninggalkan
kebaikan dan segala sarananya. Oleh karena itu diturunkanlah ayat di atas.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Pembahasan
mengenai gender dalam Q.S. An-Nisaa’ ayat 32 menjelaskan bahwasannya Allah SWT
menganjurkan kepada hambanya untuk tidak saling iri hati melihat karunia yang
Allah berikan kepada hamba yang lain, karena sesungguhnya Allah lah yang paling
tahu apa yang dibutuhkan hambanya. Selain itu Allah juga memberikan kepada
hambanya sesuai apa yang diminta dan diusahakannya, karena Allah paling
menyukai manusia yang suka meminta dan mengatasi kesulitan.
[1] Kitab tafsir Ibnu Katsir (Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim) tak lain dan
tak bukan di tulis oleh seorang ulama yakni Ismail bin Katsir. Gelarnya
lengkapnya yaitu Ismail bin Umar al-Quraisyi bin Katsir al-Bashri ad-Dimasyqi,
Imaduddin Abu al-Fida al-Hafizh al-Muhaddits asy-Syafi’i. Namun namanya lebih
dikenal sebagai Ibnu Katsir. Dia lahir pada tahun 1301 M di Busra, Suriah dan
wafat pada tahun 1372 M di Damaskus, Suriah. Guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut
madzhab Syafi’i. Dia juga berguru pada Ibnu Taimiyyah dan Ibnu al-Qayyim.
Menurutnya metode penafsiran yang paling tepat yakni menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Jika tidak bisa,
dapat ditafsirkan dengan hadits, jika tidak bisa lagi dapat ditafsirkan dengan
pendapat para sahabatataupun tabi’in. Karyanya yang paling terkenal bernama
Tafsir Ibnu Katsir. Kitab tafsir tersebut terdapat sebanyak 10 jilid dan masih
menjadi rujukan dalam dunia Islam. Karyanya yang lain yaitu Fada’il
al-Qur’an (Keutamaan al-Qur’an) yang berisi ringkasan sejarah al-Qur’an.
Kitab sejarahnya yang paling terkenal adalah al-Bidayah. Ibnu Katsir
meninggal dunia tidak lama setelah menyusun kitab al-Ijtihad fii Talab
al-Jihad (Ijtihad dalam mencari Jihad) dan kemudian dikebumikan di samping
makam gurunya, Ibnu Taimiyah. Tafsir al-Qur’an al-‘Adziim tergolong
tafsir bil ma’tsur (menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat yang lain atau
hadits atau pendapat sahabat ataupun tabi’in) dan menurut ulama mutakhir
tingkat kemasyhuran tafsirnya adalah setelah kemasyhuran Tafsir at-Thabari. Redaksinya
sangat mudah dipahami karena dengan tata bahasa yang baik. Lihat, Ibnu Katsir,
Software Tafsir Ibnu Katsir, muslim Dev, 2017.
[2] Asyhari, Kesetaraan
Gender Menurut Nasarudin Umar dan Ratna Megawangi, Skripsi Diajukan Kepada
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hlm.
10.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar