gaulku gaulmu

Selasa, 05 Desember 2017

Build a New Character of Santri



Indonesia bukan negara agama tapi negara beragama. Ada enam agama yang diakui di Indonesia, jadi akui agama yang lain. (K.H. Abdurrahman Wahid).

Adalah Abdurrahman Wahid yang kerap disapa Gus Dur. Presiden ke-4 negara Indonesia. Peran dan prinsip keislamannya masih menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Pasalnya, Gus Dur adalah sosok islami yang sangat menghargai perbedaan. Bukti nyata sebagai ejawantah yakni masih banyaknya komunitas Gusdurian. Pemikiran dan prinsip Gus Dur seyogyanya dijadikan prinsip keislaman masyarakat jaman sekarang.

Anehnya, di era millenial ini masih saja banyak pendapat miring tentang Islam. Bahkan, banyak umat Islam menghakimi sesamanya. Gerakan segelintir orang yang beranggapan bahwa modernisasi menyudutkan Islam masih saja ramai. Tidak hanya demikian, pngikutnya pun semakin menggunung. Lebih parah lagi, kasus pengkafiran kepada non muslim sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Islam tidak mengajarakan kebencian, kepada sesama muslim maupun non muslim. Hidup rukun dan damai adalah sebuah prioritas. Gus Dur juga mengatakan “Tidak penting apa pun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”.

Namun, di Indonesia sendiri masih banyak dijumpai kasus penindasan bahkan pembunuhan kepada sesama umat Islam. Penyebabnya tak lain adalah kurangnya pengetahuan seseorang tentang Islam. Pertanyaannya adalah siapa yang dibutuhkan Indonesia pada masa-masa seperti ini?

“SANTRI”

Banyak yang mengartikan santri adalah seseorang yang bermukim di pesantren. Namun, tidak hanya demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI) dijelaskan makna santri, yaitu: orang yang mendalami agama Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh (orang shaleh) dan orang yang mendalami pengajiannya tentang Islam dengan berguru ke tempat yang jauh seperti halnya pesantren.

Walau tidak sama dan sebangun dengan model ketaatan ala militer, pola ketaatan seorang santri dengan Kiainya sedikit banyak tidak  terlalu berbeda dengan ketaatan seorang prajurit terhadap jenderalnya. Bahkan polanya lebih khas. Perintah seorang Kiai seringkali tidak perlu disampaikan secara gamblang. Meski demikian, perintah tersebut tetap akan ditaati oleh santri, sesuai wataknya yang sami’na wa ata’na.

Belum lama ini, di Indonesia terdapat beberapa pihak yang berusaha memojokkan presiden. Sikapnya yang membantah kepada pemimpin sungguh tidak seperti pola ketaatan santri kepada Kiainya. Naasnya, segala hal kebencian kepada pemimpin selalu dibungkus dengan kedok agama.

Indonesia jelas membutuhkan santri. Sayangnya, seiring berjalannya reformasi, sejumlah kalangan mulai meyakini adanya penurunan kadar ketaatan santri. Sekarang ini, santri generasi muda semakian berpikiran kritis. Saat mendengar fatwa dan tausiyah, santri tidak lagsung mengiyakan. Santri mulai berpikir dan banyak menyanggah.

Yang keliru, jika sanggahan tersebut berasal dari sumber yang tidak shahih. Penyebabnya tidak lain adalah bebasnya informasi dan media masa yang kian menjamui para santri. Hal demikian menjadi PR bagi kita semua.

Indonesia mempunyai banyak pesantren. Indonesia pun memiliki banyak santri. Lantas, apa lagi yang perlu dipertimbangkan?. Pola dan prinsip yang dibutuhkan sudah ada dalam diri para santri. Tugas kita hanyalah meng-upgrade mental dan karakter santri yang mulai bobrok.

Untuk apa merdeka tanpa integritas? (Bacharuddin Jusuf Habibie).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar